Minggu

Bulu Lentikmu

Bulu lentikmu yang tertinggal
disaku celanaku.

Tiap malam aku kumpulkan
sehelai demi sehelai.

Tiap subuh aku cuci
dengan mangkuk air ibuku.

Tiap siang aku jemur
dengan lampu baca bapakku.

Tiap senja aku rajut
dengan pensil doaku.

Tiap akhir tahun pula, syal lentik milikku
terbungkus hangat untukmu.

Bulu lentikmu masih tertinggal
disaku celanaku.

(Desember, 2017)

Kamis

Rekahan Rindumu

Rekahan bibirmu rindumu
menjelam pada setiap bantalku.

Rekahan mata rindumu
mendekap pada setiap gulingku.

Rekahan nafas rindumu
mengarungi pada setiap selimutku.

Dan rekahan jiwa rindumu
tidur dalam setiap kamar doaku.

(Desember, 2017)

Sabtu

Bibir Air

Bulan yang kian meredup
berlinangan hujan 
turun pada setiap lembah yang keriput.
Air yang menggenang dalam bibir jiwamu
adalah sebuah penghujatan bagiku.

(September, 2017)

Senin

Tanpa Busana

Senja berlabuh dikolam matamu.
Merah itu terdampar dikelopak matamu.

Angin berbisik pada lelaki diujung dermaga,
”Laramu akan usai, pada api malam ini, nak.”
Bulan ikut nimbrung pada telinga lelaki itu,
“Sendu rindumu akan redup, pada api malam ini, kawan.”

Subuh berteriak sambil berlari menuju pelabuhan.
Terjungkal, kesrimpet sarung ronda mimpinya.
“Ada mayat!!! Mayat seorang lelaki!!!
Tanpa busana, hanya berselendang tasbih!!!”

Surya berlayar dikolam pipimu.
Putih itu tersenyum dipalung pipimu.

(September, 2017)

Selasa

Luar Kelas

Siang ini terik bulan 
merasuk pada bangku-bangku kelas.
Meja-meja kelas ikut meronta menggigil
dalam balutan permadani kertas.

Singgasana depan kelas bergumam
merdu tanpa suara.
Lalu ribuan gagak keluar sesak
dari telinga-telinga.

Ribuan ngengat merangkak mundur,
dan memanjat tebing disetiap kelopak-kelopak mata.
Kepala-kepala mulai basah dan berdebum
dengan ombak dari depan kelas.

Siang ini terik bulan
mengetuk jendela-jendela kelas.
Lampu-lampu kelas ikut melompat
dalam rindangnya pohon beringin di depan kelas.

Tubuh-tubuh jejogetan dengan irama jazz
yang dilantunkan dari depan kelas.
Tas-tas merangsek masuk pada liang syahwat
dari setiap penari depan kelas.

Sungguh ribuan noda-noda papan tulis 
mencekik rahim para lelaki,
dan menggigit zakar para wanita,
dan sang juru mulut hanya mringis dengan sebotol anggur.

“Abrakadabra kebal kibul.
Kibuli kibuli keca kecu.
Kecu-kecunan fafifu.”
Doa-doa aku lantunkan dari luar kelas
untuk mereka yang diperbutakan.


(Mei, 2017)

Rabu

Manusia Tuhan Menang

Dua Tuhan Dua.
Tiga Tuhan Tiga.
Empat Tuhan Empat.
Lima Tuhan Lima.
Enam Tuhan Enam.
Tujuh Tuhan Tujuh.
Delapan Tuhan Delapan.
Sembilan Tuhan Tuhan.

Tuhan  Tuhan Tuhan.
Dua Tumbang, Dua Tahun.

(Mei, 2017)

Senin

Rabu

Rekonsiliasi

Perkosalah aku
layaknya angin
menyibakkan rambutku
dari helai
ke setiap helai,
sampai aku masuk angin.

(Februari, 2017)

Selasa

Patah Hati Seorang Lelaki

Sepulang dari rumah pacarnya.
Seorang Lelaki tertawa terbahak-bahak sepanjang jalan.
Sepanjang jalan pula,
wanita-wanita jalang
malu terpesona
dengan tawa Lelaki itu.

Sesampainya dirumah,
Lelaki itu cuci kaki, cuci tangan,
dan sengaja tidak cuci muka.

Lelaki itu sesegera mungkin menuju ke kamar
dan sesegera mungkin merebah,
dan sesegera mungkin untuk tidur
dengan tertawa pula.

(Februari, 2017)