Senin

Gua Yang Berlumut

Ku pandangi gua itu.
Tentram rasanya dekat dengan gua itu.
Ku haturkan sembahyang ku,
ditemani lilin kecil menyapa gelapnya malam.

Terangnya lilin kecil menjamah
gua yang berlumut itu.
Tak ku sangka nampaklah wanita cantik
yang tersenyum padaku.

Aku enggan bertolak dari tempat itu.
Sembari daku sembahyang
dengan rosario terurai ditangan ku.

Dari butir ke butir  Rosario,
sungguh menggenang bagiku.

Tiap butir yang dilewati jemari ku
ialah  saksi bisu awal panggilan ku.
Yang mencoba dari lumut,
menjadi terang lilin.

(Oktober, 2011)

Kamis

Sang Ojek Sepeda

Ia terus mengayuh,
walau baju penuh peluh.
Ia tak pernah mengeluh,
karena hidup untuk bertaruh.

Bertaruh untuk hidup,
hidup yang cukup.
Walau senyum mengatup,
berbuah satu kecup.

Kecup dari sang pendamping,
yang sedang terbaring.
Terbaring terombang-ambing,
dengan mulut garing.

Dengan sepeda onthel,
setia pada sedel,
terkadang pelanggan bawel,
seperti bayi rewel.

Selamat siang Pak Tua,
sang ojek sepeda.
Pengalaman mu sungguh berharga,
akan selalu aku bawa.

Ku bawa untuk berlari,
berlari di dunia ini.
Dunia yang membuatku iri
dan mencari jati diri.

(Oktober 2011)