Ia terus mengayuh,
walau baju penuh peluh.
Ia tak pernah mengeluh,
karena hidup untuk
bertaruh.
Bertaruh untuk hidup,
hidup yang cukup.
Walau senyum mengatup,
berbuah satu kecup.
Kecup dari sang
pendamping,
yang sedang terbaring.
Terbaring
terombang-ambing,
dengan mulut garing.
Dengan sepeda onthel,
setia pada sedel,
terkadang pelanggan
bawel,
seperti bayi rewel.
Selamat siang Pak Tua,
sang ojek sepeda.
Pengalaman mu sungguh
berharga,
akan selalu aku bawa.
Ku bawa untuk berlari,
berlari di dunia ini.
Dunia yang membuatku iri
dan mencari jati diri.
(Oktober 2011)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar